Tiada kasih yang setulus kasihnya. Tiada cinta yang semurni cintanya. Tiada sentuhan yang selembut sentuhannya. Mama, sosok lembut nan perhatian yang tiada tandingannya. Beliau selalu setia menemaniku dalam suka maupun duka. Mama selalu mengiringi perjalanan hidupku dari nol hingga kini. Mama yang selalu menopangku dikala aku jatuh, Mama yang selalu mengingatkanku agar aku selalu berusaha dan berjuang untuk mencapai tujuan hidup yang kekal. Mama tiada lagi yang bisa ku ceritakan tentang dirimu, sudah habis semua pujianku untukmu. Terima kasih telah mau mendidik dan menjagaku. Terima kasih untuk semua yang telah engaku berikan kepadaku. Anakmu ini takkan bisa membalas semua yang telah Mama berikan. Terima kasih Mama.
22 Desember 2013, "Selamat Hari Ibu" untuk semua ibu di dunia ini. Untuk memperingati moment ini, saya dan beberapa teman memperingatinya dengan cara sedikit berbeda. Kami melakukan pendakian menuju puncak Ogal-agil Gunung Arjuno dengan ketinggian 3.339 mdpl. Awalnya ada 6 orang yang akan mengikuti pendakian ini, namun 2 orang tumbang yaitu Mas Lutfi dan Mas Kurniawan. Akhirnya pendakian ini hanya dilakoni oleh 4 orang pemuda nekat, Anggraeni, Mas Rifqy, Cahya, dan saya.
Ada 4 jalur pendakian untuk menuju puncak Gn. Arjuno. Bisa melalui Purwosari, Tretes, Lawang, dan Cangar. Dan kami akan melakukan pendakian dari jalur Tretes. Berangkat dari Malang tepatnya dari Universitas Brawijaya tanggal 20 Desember 2013 sekitar pukul 21.00 WIB. Memakan waktu kurang lebih 1 jam agar bisa sampai di Basecamp pendakian Tretes. Setelah sampai di basecamp kami memutuskan untuk melakukan perjalanan di esok harinya, karna waktu yang sudah terlalu malam. Hanya sejenak menginjakkan kaki di basecamp, kami lanjut melangkahkan kaki ke warung terdekat, karna cacing di dalam perut meronta-ronta untuk diberi makan. Hehehe
Semalam kita menginap di dalam basecamp, paginya pukul 05.00 WIB seusai sholat subuh kita beranjak pergi meninggalkan basecamp menuju ke Lembah Kidang, tempat kita akan mendirikan tenda. Tak lama setelah berjalan, hanya 18 menit saja kita sudah sampai di Pos 1 yaitu Pet Bocor (Kran Bocor dalam bahasa Indonesia). Masih ada warung di pos ini, yang berjualan seorang ibu-ibu setengah baya. Beliau membuka warungnya hingga malam.
Pos 1 Pet Bocor |
Lanjut, setelah dari Pet bocor kita menuju ke Pos 2 Kokopan. Perjalanan lumayan panjang, sekitar 2 jam kita berjalan barulah kita sampai di lokasi. Lega sekali rasanya, karna kita akan sarapaaaan yeeee :D. Yang menjadi koki kali ini adalah Mas Rifqy dan Anggrek dengan menu sarden dan nasi putih. Nikmat sekali rasanya setelah berjalan cukup jauh.
Plakat Pos 2 Kokopan |
Anggrek dan Mas Rifqy mempersiapkan sarapan |
Setelah puas mengisi amunisi di perut, kita lanjutkan perjalanan ke Pos 3 Pondokan kurang lebih membutuhkan waktu 4 jam untuk mencapai pos. Dalam perjalanan, setelah kita melewati sebuah gardu di kanan jalan kita akan masuk ke dalam hutan yang disebut dengan hutan "Lali Jiwo" (Lupa Jiwa/diri dalam bahasa Indonesia). Disebut hutan Lali Jiwo karena memang setelah memasuki hutan itu kita akan lupa diri karena rasa letih yang timbul akibat perjalanan yang panjang. Dan tantangan pun dimulai!. Kita melewati jalanan berbatu yang cukup membuat kaki hancur, dan by the way dalam perjalanan Anggrek dan Mas Rifqy cerita tentang tanjakan setan yang harus kita lewati jika ingin ke pos Pondokan. Denger namanya aja udah merinding, Tanjakan Setan yah. Hmm, sudah terbesit di otak bagaimana bentuk dari tanjakan setan itu. Melangkah dan terus melangkah akhirnya kita dapat Jack Pot itu juga, tanjakan setan di depan mata. Okeh, saatnya berjuang. Tanjakan yang gak ada habisnya, kurang lebih mencapai banyak kilometer (haha, maklum gak bisa memperkirakan jarak dengan tepat). Tak banyak percakapan terkuak di tanjakan setan ini, karena memang menguras tenaga.
Istirahat di tengah perjalanan melewati tanjakan setan |
Sesampainya di ujung tanjakan setan, tak segan-segan kita merebahkan tubuh beserta carier ke tanah. Istirahat sejenak dan kita akan lanjutkan perjalanan.
Melanjutkan perjalanan ke Pondokan, kami sempat bertemu dengan mobil Jeep bermuatan belerang yang mereka ambil dari para Penambang di Pondokan. Sebelumnya kami juga bertemu mereka di kokopan saat mereka berangkat. Ketika sudah hampir dekat dengan Pondokan, ternyata Tuhan memberikan kami berkah berupa hujan. Cepat-cepat lah kita mengambil mantel untuk melindungi tubuh dan tas.
Lega hati ini ketika melihat beberapa pondok di ujung jalan, istirahat sejenak sembari menunggu hujan mereda. Rasa lapar kembali menghantui, akhirnya satu bungkus biskuit pun habis kita lahap. Saking lelahnya, kita berempat tertidur di teras salah satu pondok Penambang.
Sadar bahwa hujan sudah mereda, kita melanjutkan perjalanan ke pos 4 yaitu Pos Lembah Kidang kita bisa mencapainya dengan estimasi waktu 15-20 menit dari Pondokan. Disanalah kami akan mendirikan tenda untuk bermalam. Sepanjang perjalanan aku selalu bertanya-tanya apakah masih ada spesies Kijang yang hidup di lembah tersebut. Dan tak lama setelah berjalan, kami menemukan bangkai seekor Kijang dengan tubuh bagian belakang tercabik-cabik. Bangkai itu sudah menimbulkan bau tak sedap di lingkungan perkemahan. Pertanyaan pun terjawab, bahwa hewan itu masih berkeliaran di lembah ini namun hanya orang-orang yang beruntung saja yang dapat melihatnya.
Bangkai Kijang di Lembah Kidang |
Persiapan pendakian telah siap, perjalanan dapat dimulai. Perjalanan kami ke puncak juga ditemani oleh rombongan pendaki asal Jakarta. Namun, di tengah perjalanan kami terpisah karna mereka berjalan dengan sangat cepat, kami tak sanggup mengikutinya. Ini adalah perjalanan terpanjang dari destinasi-destinasi yang ada sebelumnya. Fisik dan mental benar-benar di adu, seberapa kuat kami bisa melampauinya.
Perjalanan panjang kami ditemani oleh kabut, sangat disayangkan sekali karna kami tidak bisa menikmati alam dengan nyaman. Semua permukaan tertutup oleh kabut yang sangat tebal. Ternyata hal itu berlanjut ketika kami sampai di puncak Ogal-Agil. Memang rasa lelah itu hilang ketika kita di puncak, namun terlintas rasa sesal karena kami tidak bisa menikmati puncak. Hujan dan kabut mengiringi kami selama kami di puncak.
Hal itu tak menghalangi kami untuk tetep mengapresiasikan kebahagiaan kami di puncak. Kami menulis beberapa tulisan yang kami persembahkan untuk ibunda tercinta. Suatu hadiah yang mungkin tak ternilai tapi itu sangat berharga bagi kami. Mungkin ini semua tak cukup untuk membalas pengabdian seorang ibu, tapi kami akan terus berusaha untuk menghasilkan yang terbaik.
Puncak Ogal-agil diselimuti kabut |
Just for my mother |
Yah itulah sekelumit cerita di gunung Arjuno dari saya. Semoga lain waktu bisa berkelana keliling dunia :D.
Koreksi, Kokopan ke Pondokan 4 jam :)
BalasHapusoke matur suwun :)
BalasHapus